Wisata Semarang - Lawang Sewu, Pelacur Halte Gedung Partai [Bagian 2]


The Braders - Cerita berlanjut dari dermaga ambarawa. Dimana lima pemuda dimakan rongsokan tak bernyawa. Hari itu begitu terik terasa, tanpa seribu kata diacuhkan juga monumen tua itu. Melanjutkan langkah dalam bisa tua "ter-ter". Lagi-lagi logika "sotoy" menyesatkan meraka dipadang lapang yang teramat panas. Jauh diseberang terlihat seperti istana timur tengah, ya disusuri juga itu tanah kering keronta. Keringat meleleh dan serasa mengental di ubun-ubun meski akhirnya jatuh juga. 
Termangu dengan dungu dibelakang instana Tuannya. Tanpa banyak kata lompati saja itu pagar seperti pencuri mangga kelas teri. Yah!! sampai juga di instana Tuan, Masjid Agung Jawa Tengah, Semarang. Sembari melepas lelah dipelaran masjid juga menikmati gerak angin. Salah satu dari mereka sempat dihalang masuk karena memakai celana pendek, sedikit bodoh atau dikira gembel. Tak apalah, toh akhirnya bisa merasakan segarnya air istana. Membasuh dada juga muka yang berlanjut pada sujud untuk Tuannya. "Suatu saat kita harus kembali kesini brad!".
Sampai pada sebuah persimpangan. Persimpangan yang dielukan banyak mulut. Simpang Lima Semarang. Sebuah persimpangan hebat, dikelilingi bangunan juga hebat. Dalam pusar simpang lima pemuda ini menunggu senja bersama tugu muda, senja mesrah yang setia pada garisnya. Bukan senja yang mereka cumbu tapi Lawang Sewu. Dimana banyak mulut takut dan lidah tak bicara, membawa hasrat pada pemuda-pemuda ini. Begitu senja tersenyum indah, mereka acuhkan untuk masuk Lawang Sewu. 
Entah mengapa gedung yang lahir di tahun 1904 ini menjadi lawang sewu, sedang dulu adalah kantor Nederlands-Indische Spoorweg Maatschappij (NIS). Mana peduli, menikmati setiap sudut lebih berhasrat. Serasa setiap pintu punya ruh, setiap ruang punya jiwa bergelombang. Gedung ini sungguh eksotis, larut meraka dibawanya. Abadi bersama kilat cahaya. Tak peduli ini dunia siapa, mereka yang punya. 
Kaki kembali melangkah menyusuri tepian jalan mencari istana-instana tua. Terperosok dalam kubangan gang sempit dipenuhi mata-mata yang asing. Ternyata perut mengantarkannya pada sebuah warung muda. Makan nasi juga mereka, haha. Semua terpenuhi baik perut juga alat-alat mereka. Lepas dari gang sempit, jalan tak bercahaya, pengamen jalanan, serta aspal yang jenuh dengan besi-besi bergigi. Berbaring pada badan jalan, masuk keramaian pasar simpang lima. Bermain dengan gelang-gelang berhadiah, sejenak saja. Malam semakin larut, tak tau meletakkan mimpi dimana.
Menyusuri jalan tua berharap ada bisa kota, tak juga ada. Sebuah halte berlendir, wanita paruh baya bertitah untuk bermalam di istana tua. Melawati jembatan kota, dan bukan hanya terdampar tapi lima pemuda juga terjebak bandit-bandit kota kelas teri. Mulut-mulut meraka seolah bersabda kebaikan yang tak dipahami. Ternyata Tuan bersama mereka, membuka logika serta mata. "Kita harus keluar dari neraka kelas teri ini". Lantas terdampar lagi pemuda ini di Halte pelacur, bertepi mendapatkan dalih diantara wanita pengais lendir."Cepat pergi". Menunggu bis, mereka dapati bemo, tak apalah.
Kembali pada Persimpangan itu, dibelakangny berdiri istana Tuannya, bermalam mereka disana. Subuh tibah, bersujud dan menengadah. Kambali mencari bis kota, Jogja!. Mereka harus ke Jogja, sekedar mencari minum dan nasi, juga hasrat yang mengumpat sejak lama. Dalam bis kota bertabur mimpi. 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author